motivasi

Bagaikan pohon yang bercabang dan semakin berakar kuat, sejarah juga memiliki akar yang kokoh dan bercabang untuk memberikan ilmu di masa depan

Sabtu, 03 November 2012

Perpindahan Ibu Kota RI ke Yogyakarta


Republik Jogja adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut periode ketika kedudukan ibu kota Republik Indonesia berada di Yogyakarta, yaitu antara tanggal 4 Januari 1946 sampai tanggal 27 Desember 1949. Selain tiga tahun Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman bagaikan tulang punggung yang menopang jalannya pemerintahan dan kelanjutan perjuangan RI.
Berpindahnya ibukota RI pada saat itu dipicu situasi Jakarta yang tidak kondusif untuk menjadi pusat pemerintahan. Saat itu, pasukan sekutu mulai mendarat, sedangkan tentara Jepang belum pergi. Kekacauan ditambah dengan konflik politik yang terjadi antartokoh dalam negeri sendiri. Sejumlah rencana pembunuhan mengancam para petinggi RI. Saratnya konflik mengakibatkan macetnya roda pemerintahan.
Atas inisiatif dan tawaran Sri Sultan Hamengkubuwono IX, ibu kota RI berpindah ke Yogyakarta. Tawaran yang dikirimkan lewat kurir pada 2 Januari 1946 itu disambut baik oleh pemerintah di Jakarta. Pemindahan ibu kota ke Yogyakarta ini berhasil membuat roda pemerintahan yang sebelumnya macet menjadi jalan kembali. Tawaran HB IX ini mencerminkan keberanian dan jiwa patriotismenya. Saat itu hanya HB IX saja yang berani menawarkan daerahnya menjadi pusat pemerintahan RI. Tidak ada daerah lain yang berani seperti itu.
Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa), karena jadwal perjalannya dilakukan di luar jadwal yang ada. Setibanya para pemimpin di Yogyakarta saat itu telah terkoordinasi dan tertata rapi. Hal ini belum tentu bisa dilakukan di daerah lain karena saat itu kondisi di daerah lain belum sebaik dan seaman Yogyakarta.
Keratin Yogyakarta juga menanggung biaya para pejabat RI selama berada di Yogyakarta. Keuangan RI dalam kondisi sangat buruk. Untuk pembiayaan ini, jumlah yang dikeluarkan oleh Keraton diperkirakan mencapaijutaan gulden. Hal ini juga diikuti rakyat Yogyakarta dengan menyumbangkan tenaga, makanan dan harta benda.
Sumbangsih Keraton Yogyakarta terhadap RI tidak hanya melalui peran aktif Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Menteri Negara dan Menteri Pertahanan, namun juga bantuan materi secara langsung dari Keraton dan Puro Pakualaman. Bantuan tersebut mulai dari peralatan rumah tangga sampai gulden Belanda. Istana Kepresidenan (Gedung Agung) setelah ditinggalkan Jepang tidak terdapat peralatan rumah tangga. Oleh karena itu Keraton Yogyakarta memberikan berbagai peralatan secara lengkap. Tidak hanya itu. Untuk melanjutkan perjuangan RI mengusir Belanda melalui perlawanan fifik, Keraton yang masih memiliki logistik persenjataan cukup lengkap juga memberikan setidaknya 1440 pucuk senjata api kepada pasukan RI. Selain senjata api, Keraton Yogyakarta juga menyumbangkan senjata-senjata tajam seperti tombak.
Menurut laporan Menteri Peburuhan dan Sosial Kabinet Hatta I, Rahendra Koesnan, tujuan Sultan HB IX memberikan bantuan uang Belanda dalam jumlah sangat besar yang disimpan di Keraton kepada pejabat dan pegawai-pegawai pemerintah pusat adalah agar mereka jangan sampai menyeberang kepada pihak Belanda karena tergiur uang Belanda.
Pembagian bantuan diberikan setiap bulan sampai Yogyakarta kembali ke tangan RI. Tindakan tersebut adalah suatu kebijaksanaan seorang negarawan besar. Sri Sultan HB IX menyimpan uang Belanda tidak untuk kepentingan sendiri atau keluarganya tetapi untuk lepentingan perjuangan kmerdekaan tanah air.
Pada tanggal 3 Maret 1946 Presiden dan Wakil Presiden menghadiri pendirian yayasan Balai Perguruan Tinggi Kebangsaan Gadjah Mada, yang mencakup dua fakultas: hokum dan sastra. Pada tanggal 7 Desember 1949, Balai Perguruan Tinggi tersebut diserahkan kepada pemerintah. Alibatnya semua perguruan tinggi di Yogyakarta digabung menjadi satu universitas. Pada tanggal 19 Desember 1949 diresmikan berdirinya Universitas Gadjah Mada dengan rector Prof. Dr. Sardjito. Semula mencakup enam fakultas: kedokteran, hokum, teknik, sastra dan filsafat, pertanian dan kedolteran hewan. Sedangkan tempat kuliah berada di Pagelaran dan Sitihinggil Keraton Yogyakarta yang dipinjamkan oleh Sri Sultan HB  IX.
Dinamika politik berlangsung di Yogyakarta seiring dengan perpindahan ibu kota. Presiden Soekarno membentuk Kabinet Sjahrir I (14 November 1945-12 Maret 1946), Kabinet Sjahrir II (12 ?MAret-2 Oktober 1946), dan Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946-27 Juni 1947). Pernyataan gelagat bahwa Belanda tidak mau berunding dengan Soekarno adalah salah satu factor yang mendorong Soekarno memilih Sutan Sjahrir untuk mendukung diplomasi. Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Sebelum periode Republik Jogja, perjuangan mempertahankan kemerdekaan juga berlangsung dengan gencar dan efektif, baik dalam bentuk gerilya maupun perundingan. Pada periode ini pula Yogyakarta dengan jiwa kemerdekaannya memegang peran penting dalam mempertahankan kelangsungan RI. Dalam masa itu pula, terjadi beberapa peristiwa penting yang diprakarsai dari tokoh-tokoh di Yogyakarta. Di antaranya, pengakuan Kerajaan Belanda terhadap keberadaan RI dalam Konferensi Meha Bundar. Sebelumnya, dunia internasional dikejutkan dengan Serangan Umum Satu Maret di Yogyakarta.
Seperti diakui sendiri oleh Presiden Soekarno dalam kesannya, keberhasilan Republik Jogja dalam mempertahankan RI tak lepas dari jiwa kemerdekaan rakyat Yogyakarta. Kesan itu ditulis Soekarno saat meninggalkan Yogyakarta menuju Jakarta tanggal 28 Desember 1949.

2 komentar:

  1. Terima Kasih kak Atas..Materi Sejarah nya.. ^_^

    BalasHapus
  2. tolong dicari lagi bukti penyerahan 1440 pucuk senjata oleh kesultanan Jojakarta, apakah benar dan terbukti fakta bahwa 1400an pucuk senjata api tsb milik kesultanan? cek dan ricek asal muasal senjata aoi tsb , krn jumlah senjata sebesar itu hanya dimiliki oleh pejuang2 surabaya hasil perampasan dan perebutan berdarah dg jepang pada masa pra dan pasca pertempuran 3/hari dan pertempuran 10 nov....tlng di cek lagi ya mbak...

    BalasHapus