motivasi

Bagaikan pohon yang bercabang dan semakin berakar kuat, sejarah juga memiliki akar yang kokoh dan bercabang untuk memberikan ilmu di masa depan

Sabtu, 03 November 2012

Budaya Pra Hoabinh Sumatera Bagian Utara

Pada awalnya tinggalan budaya manusia tertua yang ditemukan di Indonesia berumur sekitar 800.000 tahuin yang lalu. Tinggalan tersebut ditakini sebagai sisa peralatan Homo Erectus Sangiran. Setelah dilakukan penelitan kembali ditemukan himpunan peralatan serpih yang terpintal dengan endapan sungai purba sekitar 1,2 juta tahun yang lalu. Artefak ini sebagai alat dicirikan dari adanya dataran pukul, bagian dorsal berfaset, dan bagian ventral harus tanpa faset, serta bagian pinggirannya terdapat primping bekas pemakaian. Begitu juga pada babakan periode Paleolitik yang dikaitkan dengan himpunan peralatan batu dengan teknologi sederhana sering menjadi acuan bagi penelitian prasejarah pada babakan yang jauh lebih tua dari keberadaan peralatan-peralatan batu yang kerap ditemukan pada dinding tebing, dipermukaan tanah ataupun sungai.
Wilayah Pulau Sumatera bagian utaa pada umumnya dan pesisir timur Pulau Sumatera merupakan kawasan yang memiliki peran penting bagi sebuah perkembangan kebudayaan di Indonesia bahkan di kawasan kepulauan Asia Tenggara. Hal tersebut terbukti sejak berlangsungnya glacial, dimana di antaranya Daratan Asia yang bersatu dengan Pulau Sumatera menjadi salah satu alur migrasi manusia dan kebudayaan pada masa lampau. Bersatunya kedua kawasan itu menjadikan berbagai binatang yang hidup di kedua kawasan itu menjadi memiliki kesamaan, yang sangat mungkin persebarannya telah berlangsung pada masa glacial yang dimaksud. Pada masa pasca glacial tentu juga terjadi migrasi ke wilayah Indonesia pada umumnya dan ke Pulau Sumatera bagian utara pada khususnya. Migrasi yang berlangsung tentu sekaligus membawa budaya yang berkembang pada masa itu dan sangat memungkinkan adanya kontak antara penduduk yang lebih dulu bertempat tinggal di pesisir timur Pulau Sumatera dengan migrasi yang datang belakangan.
Pada masa prasejarah di pesisir timur Pulau Sumatera telah berlangsung sebuah kebudayaan yang penyebaranyya sangat luas yang sering disebut dengan budaya Hoabinh. Sebaran budaya ini bukti-buktinya ditemukan dari Vietnam bagian utara hingga ke Pulau Sumatera. Pendukung budaya ini memiliki cara hidup yang khas yaitu mengeksploitasi biota marin (moluska) untuk bahan pangan selain juga melakukan perburuan. Teknologi dan morfologi peralatan batunya sangat khas yang kerap disebut dengan sumatralith. Ketika budaya hoabinh berkembang di pesisir timur Pulau Sumatera, diduga telah ada kelompok manusia yang tinggal di wilayah ini, begitu juga pada masa selanjutnya (pasca hoabinh) dating kelompok manusia lainnya yang membawa budaya yang lebih maju dengan budaya yang berkembang di pesisir timur Pulau Sumatera. Artinya migasri yang berlangsung di wilayah pesisir timur Pulau Sumatera terjadi berkali-kali dengan berbagai kelompok manusia yang disertai dengan budayanya.

SITUS MUZOI
Hasi penelitian geologi menujukkan bahwa Pulau Nias memiliki masa yang sama dengan Pulau Sumatera pada umumnya, yakni pada masa glacial yang terakhir pulau tersebut tidak terendam lautan, maka kemungkinan Pulau Nias pernah dihuni manusia sejak masa prasejarah. Kondisi tersebut diperkuat dengan bukti temuan berbagai alat Paleolitik di DAS Muzoi, Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. Aspek teknologi dan morfologi yang terdapat pada alat batunya menunjukkan cirri teknologi Paleolitik.
Paleolitik sesungguhnya tidak mengacu kepada suatu periode tetapi hanya merupakan terminology yang dikenal manusia pada Kala Pleistosen, dan sering disebut sebagai masa nberburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Ketika itu cara hidup dan teknologinya masih sangat sederhana, yaitu dengan mengeksploitasi sumber alam secara langsung. Pola hidup berpindah-pindah (nomaden) dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka menggunakan peralatan batu tanpa  gagang dengan teknik pembuatan yang sangat sewderhana. Cara hidup demikian meyebabkan artefak yang ditinggalkan tidak hanya ditemukan pada lokasi hunian atau perbengkelan, tetapi juga ditemukan di lahan-lahan perburuan pada masa itu. Paleolitik di Indonesi9a tidak hanya dikenal melalui penggunaan peralatan batu (kapak perimbas, kapak genggam, alat serpih), tetapi juga peralatan dari bahan tulang maupun tanduk.
Di bagian tengah Pulau Nias tedapat teban besar yang mengarah barat laut-tenggara, searah dengan poros Pulau Nias. Terban ini diakibatkan oleh struktur sesar yang terjadi pada Kala Akhir Miosen Tengah. Selanjutnya pada Kala Pleistosen Atas umumnya terendap sedimen sungai purba, dan undak-undak sungai purba terbentuk oleh kikisan Sungai Muzoi yang terletak pada bagian tengah terban tersebut. Diketahui pula bahwa pada terban itu dijumpai paling tidak 2 sampai 3 undak sungai purba yang endapannya terdiri atas kerakal dan kerikil polemic, di antaranya fosil kayu, kuarsa susu, rijang, batu gamping kersikan, fosil koral kersikan, batu gamping, foraminifera, dan batuan gnes.

SITUS LOGAS
Situs masa Paleolitik yang terdapat di Pulau Sumatera bagian utara yaitu di DAS Kuantan, masuk dalam wilayah administrasi Desa Lodas, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Dua buah sungai yang merupakan hulu dari Sungai Kuantan yaitu di antaranya terdapat di sekitar wilayah Muara Lembu. Kedua sungau itu adalah Sungai Batang Lembu Keruh. Kedua hulu sungai tersebuit merupakan sungai yang cukup besar dengan lebar berkisar 50 meter hingga 75 meter. Pada aliran Sungai Batang Keruh ditemukan peralatan berbahan batu yang dari morfologi serta teknologinya menunjukkan budaya Paleolitik.
Melimpahnya bahan baku kerakal yang terdapat pada Sungai Batang Lembu Keruh maka yang digunakan sebagai artefak batu yaitu kerakal dengan ukuran panjang berkisar 10 cm dan kebar berkisar 7 cm berbahan fosil kayu, rinjang, ataupun batuan andesit lainnya, merupakan bahan baku yang ideal bagi sebuah alat batu.
Kerakal yang diduga artefak tersebut menujukkan bahwa ada indikasi teknologi dalam pembuatan alat batu yaitu dengan menyiapkan kerakal dan memangkas salah satu sisinya (mesialnya) sehingga menhasilkan kapak batu dengan sebuiah pangkasan besar dan lebar dari ujung proksimal ke rarah lateral, atau sebuah pangkasan besar dengan menyiapkan dataran pukul atau tudak dengan dataran pukul (lateral sudah datar) pada salah satu lateral dengan pangkasan ke seluruh sisi lateral. Ada kecenderungan kerakal yang dipangkas dengan teknik tersebut memiliki lateral yang agak melandai. Secara morfologi alat batu yang dihasilkan memliki bentuk yang relatif sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar