Revolusi Perancis adalah
masa dalam sejarah Perancis antara tahun 1789 dan 1799 di mana para demokrat dan
pendukung republikan menjatuhkan kekuasaan monarki absolut di Perancis dan
memaksa Gereja Katolik Roma menjalani restrukturisasi yang radikal.
Banyak faktor yang
menyebabkan meletusnya Revolusi Perancis. Di antaranya adalah gabungan antara
sikap pemerintahan monarki yang kaku dalam menghadapi perubahan dan
berkembangnya ketidakpuasan di kalangan kaum borjuis, kaum petani, para buruh,
dan individu dari semua kelas yang merasa disakiti.
Selanjutnya secara rinci
Revolusi Perancis disebabkan faktor-faktor berikut ini:
1.
Kemarahan terhadap absolutisme kerajaan.
2.
Kemarahan terhadapa sistem seigneurialisme
di kalangan kaum petani, para buruh, dan sampai batas tertentu, kaum borjuis.
3.
Bangkitnya gagasan-gagasan pencerahan.
4.
Utang nasional yang tidak terkendali,
yang disebabkan dan diperparah oleh sistem pajak yang tak seimbang.
5.
Situasi ekonomi yang buruk, sebagian
disebabkan oleh keterlibatan Perancis dan bantuan terhadap Revolusi Amerika.
6.
Kelangkaan makanan di bulan-bulan
menjelang revolusi.
7.
Kemarahan terhadap hak-hak istimewa kaum
bangsawan dan dominasi dalam kehidupan publik oleh kelas professional yang
ambisius.
8.
Kebencian terhadap intoleransi agama.
9.
Kegagalan Louis XVI untuk menangani
gejala-gejala ini secara efektif.
Aktivitas revolusioner
bermula ketika Raja Perancis Louis XVI (1774-1792) menghadapi krisis keuangan
kerajaan. Keluarga Raja Perancis, yang secara keuangan identik dengan Negara Perancis,
memiliki utang yang besar. Selama pemerintahan Louis XV (1715-1774) dan Louis
XVI sejumlah menteri, termasuk Turgot (Pengawas Keuangan Umum 1774-1776) dan
Jacques Necker (Direktur-Jenderal Keuangan 1777-), mengusulkan sistem
perpajakan Perancis yang lebih seragam.
Namun sistem itu menemui
kegagalan karena mendapatkan tntangan terus-menerus dari perlemen, yang
didominasi oleh “Para Bangsawan”, yang menganggap diri mereka sebagai pengawal
nasional melawan pemerintahan yang sewenang-wenang. Akibatnya, kedua menteri
itu akhirnya diberhentikan.
Charles Alexandre de
CAlonne, yang menjadi Pengawas Umum Keuangan pada 1783, mengembangkan strategi
pengeluaran yang terbuka sebagai cara untuk meyakinkan calon kreditur terhadap
stabilitas keuangan Perancis. Namun, setelah melakukan peninjauan yang mendalam
terhadap situasi keuangan Perancis, Callone menyimpulkan bahwa strategi seperti
itu tidak mungkin dilakukan. Sebagai gantinya ia mengusulkan pajak tanah yang
seragam sebagai cara untuk memperbaiki keuangan Perancis dalam jangka panjang. Dalam
jangka pendek dia berharap dukungan dari Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih
raja. Ia juga berharap kebijakan itu akan dapat mengembalikan kepercayaan
terhadap keuangan Perancis, dan berharap pemerintah mendapatkan pinjaman hingga
pajak tanah mulai memberikan hasilnya dan memungkinkan pembayaran kembali utang
tersebut.
Meskipun Callone
meyakinkan raja akan pentingnya pembaharuan, Dewan Kaum Terkemuka menolak untuk
mendukung kebijakannya. Mereka bersikeras hanya lembaga yang betul-betul representative,
seperti Estates-general (wakil-wakil berbagai golongan) kerajaan, yang
berhak menyetujui pajak baru. Raja, yang melihat bahwa Callone akan menjadi
masalah baginya, memecatnya dan menggantikannya dengan Ètienne Charles de Lomènie
de Brienne, Uskup Agung Touluse, yang merupakan pemimpin oposisi di Dewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar