Pada
awalnya tinggalan budaya manusia tertua yang ditemukan di Indonesia berumur
sekitar 800.000 tahuin yang lalu. Tinggalan tersebut ditakini sebagai sisa
peralatan Homo Erectus Sangiran. Setelah dilakukan penelitan kembali ditemukan
himpunan peralatan serpih yang terpintal dengan endapan sungai purba sekitar
1,2 juta tahun yang lalu. Artefak ini sebagai alat dicirikan dari adanya
dataran pukul, bagian dorsal berfaset, dan bagian ventral harus tanpa faset,
serta bagian pinggirannya terdapat primping bekas pemakaian. Begitu juga pada
babakan periode Paleolitik yang dikaitkan dengan himpunan peralatan batu dengan
teknologi sederhana sering menjadi acuan bagi penelitian prasejarah pada
babakan yang jauh lebih tua dari keberadaan peralatan-peralatan batu yang kerap
ditemukan pada dinding tebing, dipermukaan tanah ataupun sungai.
Wilayah
Pulau Sumatera bagian utaa pada umumnya dan pesisir timur Pulau Sumatera
merupakan kawasan yang memiliki peran penting bagi sebuah perkembangan
kebudayaan di Indonesia bahkan di kawasan kepulauan Asia Tenggara. Hal tersebut
terbukti sejak berlangsungnya glacial, dimana di antaranya Daratan Asia yang
bersatu dengan Pulau Sumatera menjadi salah satu alur migrasi manusia dan
kebudayaan pada masa lampau. Bersatunya kedua kawasan itu menjadikan berbagai
binatang yang hidup di kedua kawasan itu menjadi memiliki kesamaan, yang sangat
mungkin persebarannya telah berlangsung pada masa glacial yang dimaksud. Pada
masa pasca glacial tentu juga terjadi migrasi ke wilayah Indonesia pada umumnya
dan ke Pulau Sumatera bagian utara pada khususnya. Migrasi yang berlangsung
tentu sekaligus membawa budaya yang berkembang pada masa itu dan sangat
memungkinkan adanya kontak antara penduduk yang lebih dulu bertempat tinggal di
pesisir timur Pulau Sumatera dengan migrasi yang datang belakangan.
Pada
masa prasejarah di pesisir timur Pulau Sumatera telah berlangsung sebuah
kebudayaan yang penyebaranyya sangat luas yang sering disebut dengan budaya Hoabinh. Sebaran budaya ini
bukti-buktinya ditemukan dari Vietnam bagian utara hingga ke Pulau Sumatera.
Pendukung budaya ini memiliki cara hidup yang khas yaitu mengeksploitasi biota
marin (moluska) untuk bahan pangan selain juga melakukan perburuan. Teknologi
dan morfologi peralatan batunya sangat khas yang kerap disebut dengan sumatralith. Ketika budaya hoabinh
berkembang di pesisir timur Pulau Sumatera, diduga telah ada kelompok manusia
yang tinggal di wilayah ini, begitu juga pada masa selanjutnya (pasca hoabinh)
dating kelompok manusia lainnya yang membawa budaya yang lebih maju dengan
budaya yang berkembang di pesisir timur Pulau Sumatera. Artinya migasri yang
berlangsung di wilayah pesisir timur Pulau Sumatera terjadi berkali-kali dengan
berbagai kelompok manusia yang disertai dengan budayanya.
SITUS MUZOI
Hasi
penelitian geologi menujukkan bahwa Pulau Nias memiliki masa yang sama dengan
Pulau Sumatera pada umumnya, yakni pada masa glacial yang terakhir pulau
tersebut tidak terendam lautan, maka kemungkinan Pulau Nias pernah dihuni
manusia sejak masa prasejarah. Kondisi tersebut diperkuat dengan bukti temuan
berbagai alat Paleolitik di DAS Muzoi, Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara.
Aspek teknologi dan morfologi yang terdapat pada alat batunya menunjukkan cirri
teknologi Paleolitik.
Paleolitik
sesungguhnya tidak mengacu kepada suatu periode tetapi hanya merupakan
terminology yang dikenal manusia pada Kala Pleistosen, dan sering disebut
sebagai masa nberburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Ketika itu
cara hidup dan teknologinya masih sangat sederhana, yaitu dengan
mengeksploitasi sumber alam secara langsung. Pola hidup berpindah-pindah
(nomaden) dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka menggunakan peralatan
batu tanpa gagang dengan teknik
pembuatan yang sangat sewderhana. Cara hidup demikian meyebabkan artefak yang
ditinggalkan tidak hanya ditemukan pada lokasi hunian atau perbengkelan, tetapi
juga ditemukan di lahan-lahan perburuan pada masa itu. Paleolitik di Indonesi9a
tidak hanya dikenal melalui penggunaan peralatan batu (kapak perimbas, kapak
genggam, alat serpih), tetapi juga peralatan dari bahan tulang maupun tanduk.
Di
bagian tengah Pulau Nias tedapat teban besar yang mengarah barat laut-tenggara,
searah dengan poros Pulau Nias. Terban ini diakibatkan oleh struktur sesar yang
terjadi pada Kala Akhir Miosen Tengah. Selanjutnya pada Kala Pleistosen Atas
umumnya terendap sedimen sungai purba, dan undak-undak sungai purba terbentuk
oleh kikisan Sungai Muzoi yang terletak pada bagian tengah terban tersebut.
Diketahui pula bahwa pada terban itu dijumpai paling tidak 2 sampai 3 undak
sungai purba yang endapannya terdiri atas kerakal dan kerikil polemic, di
antaranya fosil kayu, kuarsa susu, rijang, batu gamping kersikan, fosil koral
kersikan, batu gamping, foraminifera, dan batuan gnes.
SITUS LOGAS
Situs
masa Paleolitik yang terdapat di Pulau Sumatera bagian utara yaitu di DAS
Kuantan, masuk dalam wilayah administrasi Desa Lodas, Kecamatan Singingi,
Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Dua buah sungai yang merupakan hulu
dari Sungai Kuantan yaitu di antaranya terdapat di sekitar wilayah Muara Lembu.
Kedua sungau itu adalah Sungai Batang Lembu Keruh. Kedua hulu sungai tersebuit
merupakan sungai yang cukup besar dengan lebar berkisar 50 meter hingga 75
meter. Pada aliran Sungai Batang Keruh ditemukan peralatan berbahan batu yang
dari morfologi serta teknologinya menunjukkan budaya Paleolitik.
Melimpahnya
bahan baku kerakal yang terdapat pada Sungai Batang Lembu Keruh maka yang
digunakan sebagai artefak batu yaitu kerakal dengan ukuran panjang berkisar 10
cm dan kebar berkisar 7 cm berbahan fosil kayu, rinjang, ataupun batuan andesit
lainnya, merupakan bahan baku yang ideal bagi sebuah alat batu.
Kerakal yang diduga artefak
tersebut menujukkan bahwa ada indikasi teknologi dalam pembuatan alat batu
yaitu dengan menyiapkan kerakal dan memangkas salah satu sisinya (mesialnya)
sehingga menhasilkan kapak batu dengan sebuiah pangkasan besar dan lebar dari
ujung proksimal ke rarah lateral, atau sebuah pangkasan besar dengan menyiapkan
dataran pukul atau tudak dengan dataran pukul (lateral sudah datar) pada salah
satu lateral dengan pangkasan ke seluruh sisi lateral. Ada kecenderungan
kerakal yang dipangkas dengan teknik tersebut memiliki lateral yang agak
melandai. Secara morfologi alat batu yang dihasilkan memliki bentuk yang
relatif sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar